Sikap Kemendagri Soal ASN Terpidana Korupsi

Jakarta, KepriDays.co.id – Permasalahan belum diberhentikan ASN terpidana korupsi yang telah dijatuhi hukuman pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht), menjadi perhatian bersama Kemendagri.

Bahkan Kemendagri melakukan konferensi pers bersama dengan KPK, Menpan RB, dan BKN pada hari ini, menunjukan dan menegaskan komitmen pemerintah untuk menyelesaikannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 7 dan 8 mengamanatkan bahwa Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan (Binwas) terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah. Binwas terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah provinsi dilaksanakan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian.

Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan Binwas kepada Kabupaten/Kota yang secara teknis telah diatur dalam PP Nomor 33 Tahun 2018 tentang Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat.

Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah. Selanjutnya dalam penjelasan atas undang-undang tersebut disebutkan bahwa Presiden melimpahkan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri sebagai koordinator Binwas yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga pemerintah non kementerian terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah.

“Sebagai koordinator Binwas, Kemendagri melakukan Binwas umum, sedangkan Kementerian/lembaga pemerintah non kementerian melakukan Binwas yang bersifat teknis. Sesuai ketentuan PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Binwas umum dilakukan terhadap 10 (sepuluh) aspek,” tulis surat Mendagri Tjahjo yang diterima KepriDays.co.id.

Kemudian dalam surat itu, UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, khususnya Pasal 87 ayat (4) menyebutkan bahwa dalam hal pemberhentian tidak dengan hormat bagi ASN yang dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum.

“Untuk melaksanakan hal ini, kami berpandangan bahwa pengaturan tentang manajemen kepegawaian pusat dan daerah diatur sepenuhnya dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan aturan turunannya antara lain PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS,” kata Tjahjo.

Sedangkan dalam UU ASN, diamanahkan kepada 4 (empat) lembaga negara, yaitu Kementerian PAN RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk menindaklanjuti ketentuan dalam UU ASN tersebut. Dalam kaitan ini, maka Kemendagri sebagai koordinator Binwas memberikan dukungan (supporting) kepada ke-4 Kementerian/LPNK tersebut.

“Pemberhentian tidak dengan hormat bagi ASN merupakan bentuk sanksi administratif sebagai tindak lanjut dari sanksi pidana. Sesuai dengan ketentuan  PP Nomor 48 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pejabat Pemerintahan dan PP Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pengenaan sanksi administratif didahului dengan pemeriksaan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP),” ucapnya.

Sementara hasil pemeriksaan APIP menjadi masukan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian dalam mengambil keputusan untuk mengenakan sanksi administratif kepada ASN.

“Pemberlakuan ketentuan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek kehati-hatian. Sejauh ini dalam kewenangan kami memberikan persetujuan penggantian pejabat yang diajukan Gubernur, Bupati/Walikota, sebagai pelaksanaan dari Pasal 71 dan Pasal 162 UU Nomor 10 Tahun 2016, bagi Daerah yang melaksanakan Pilkada, mengedepankan unsur kehati-hatian, agar PNS yang telah inkracht Tipikor tidak diangkat dalam jabatan,” ujar Tjahjo. ***