Dunia, KepriDays.co.id – Perang Yaman yang melibatkan milisi Houthi dukungan Iran melawan pasukan koalisi Timur Tengah yang disokong Arab Saudi dan Uni Emirat Arabserta negara Teluk lainnya belum menunjukkan tanda berakhir.
Bahkan kecamuk perang yang pecah pada akhir 2014 itu sepertinya kian berkobar. Sejumlah laporan menyebutkan, Arab Saudi dan sekutunya yang masuk ke Yaman pada 2015 untuk memberikan dukungan terhadap pemerintahan Presiden Abdrabbuh Mansour Hadi di Aden makin meningkatkan serangan ke posisi yang dikuasai Houthi.
Bahkan serbuan jet tempur Arab Saudi sering mengenai sasaran sipil dan warga Yaman yang tak berdosa mengakibatkan ribuan orang tewas.
Insiden terakhir adalah ketika pesawat pengebom Arab Saudi menghajar kawasan di Provinsi Hodeidah, termasuk gempuran ke pesta perkawinan. Di kawasan ini, setidaknya 50 warga sipil tewas.
Sebelumnya, pada awal bulan lalu, Arab Saudi dan sekutunya mengaku bertanggung jawab membombardir sebuah bus sekolah menyebabkan sedikitnya 51 orang tewas, 40 di antaranya anak-anak.
“Serangan jet Arab Saudi dan Uni Emirat Arab terhadap bus sekolah mengakibatkan 51 orang tewas, termasuk 40 siswa sekolah. Aksi ini tak bisa dibenarkan,” tulis Al Jazeera, Ahad 2 Agustus 2018.
Peristiwa tersebut terungkap setelah sebuah tim investigasi menyelidiki serangan mematikan terhadap sasaran sipil Agustus lalu.
Meskipun mendapatkan kecaman dari berbagai komunitas internasional, termasuk sekutu dekatnya Amerika Serikat, Arab Saudi akan melanjutkan perang di Yaman.
Negeri Kerajaan ini berdalih bahwa keterlibatannya di Yaman mendapatkan restu dari PBB, walapaun belum ada dokumen yang membenarkan pernyataan tersebut.
“Kami berperang di Yaman untuk menyelamatkan rakyat negeri itu dan mendapatkan restu dari PBB,” kata Osama bin Mohammed Abdullah Shuaibi, Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia, kepada Tempo di Jakarta, Selasa, 27 Maret 2018.
Osama menjelaskan, jika tidak mendapatkan restu dari lembaga dunia tersebut, Arab Saudi tak mungkin mengambil langkah berani masuk ke sebuah negara berdaulat. Klaim Osama ini belum bisa diklarifikasi kebenarannya kepada PBB.
PBB memasukkan Arab Saudi dan sekutunya ke daftar hitam negara pelaku pembunuhan terhadap anak-anak di Yaman. Menurut laporan tahunan PBB, Kamis, 5 Oktober 2017, pasukan koalisi yang dibentuk Arab Saudi pada 2015 telah terbukti membunuh dan melukai 683 anak. Sebagian dari mereka tewas atau luka akibat diserang ketika berada di sekolah.
Ulah Arab Saudi, termasuk sekutunya Uni Emirat Arab, membuat peraih Nobel Perdamaian asal Yaman Tawakol Karman geram. Perempuan ini merencanakan menggugat Putra Mahkota Mohammed bin Salman dan Mohammed bin Zayed ke Mahkamah Kejahatan Internasional, ICC, di Den Haag Belanda.
“Kedua petinggi itu dianggap bertanggung jawab dan melakukan kejahatan perang,” tulis Middle East Monitor.
Karman mengatakan kepada Al Jazeera, ada sejumlah laporan mengungkapkan mengenai serangkaian pelanggaran mengerikan dan belum pernah terjadi sebelumnya di Yaman.
Perang Yaman bermula ketika negeri itu terbelah menjadi dua faksi yang mengklaim memiliki hak konstitusi menjalankan roda pemerintahan di Sanaa.
Saat itu, militan Houthi yang menguasai Ibu Kota Sanaa bersama pasukan loyalis mantan Presiden Ali Abdullah Saleh bentrok bersenjata melawan pasukan Presiden Hadi yang bermarkas di kota terbesar kedua di Adden.
Namun pada saat bersamaan, Yaman diguncang pertempuran yang digelorakan oleh al Qaeda dan ISIS. Kedua kelompok ini selanjutnya menguasai hampir seluruh wilayah pantai Yaman. (TIM REDAKSI)