Tanjungpinang, KepriDays.co.id – Walikota Tanjungpinang Syahrul menyampaikan pidato kebudayaan di penghujung tahun 2018. Pidato tersebut disejalankan dengan penandatangananan MoU destinasi pariwisata antara Pemko Tanjungpinang dengan Kementerian Pariwisata.
Pada kesempatan tersebut juga dilakukan penyerahan buku pokok-pokok pikiran kebudayaan daerah Kota Tanjungpinang, buku sejarah dan cagar budaya Kota Tanjungpinang. Selain itu juga dilakukan pemberian piagam penghargaan kepada penyumbang koleksi museum Kota Tanjungpinang di Gedung Kesenian Aisyah Sulaiman, Rabu (26/12)
Dalam pidatonya, Syahrul mengatakan posisi Kota Tanjungpinang sebagai bekas tapak kerajaan Melayu Riau telah memberi andil cukup besar akan keberadaan objek kebudayaan.
“Kita memiliki tradisi lisan yang sangat banyak, pada masa dahulu orang tua kita selalu bercerita tentang hikayat, fabel, Tambo, dan beraneka dendang, syair, dan pantun, semuanya itu harus dikembangkan jangan sampai punah,” ungkapnya.
Syahrul juga berharap kepada dinas terkait harus mampu melihat keberadaan tradisi tersebut. Buku bacaan yang berisikan kisah-kisah lokal harus segera diangkat. Penulisan dan penerbitan buku cerita rakyat juga harus digalakkan.
“Saat ini orang sibuk dengan literasi, padahal nenek moyang kita dahulunya telah menunjukkan kecintaan mereka pada dunia tulis menulis, jangan sampai manuskrip itu hilang tak berbekas, manuskrip adalah bukti otentik akan kejayaan masa lalu, melalui manuskrip itulah Kota Tanjungpinang akan mampu menjadi pusat kajian kebudayaan Melayu,” jelasnya.
Banyak sekali aspek-aspek yang boleh dijadikan objek andalan bagi Kota Tanjungpinang. Menurut Syahrul, dalam segala aspek dan bidang Tanjungpinang cukup mumpuni untuk diperhitungkan. Dalam bidang bahasa, Tanjungpinang telah lama dikenal bahkan disebutkan Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Kepulauan Riau.
“Semestinya dalam perkembangan bahasa Indonesia modern sekarang ini, kita orang Tanjungpinang harus dapat meningkatkan penggunaan kosa kata bahasa Melayu ke dalam bahasa Indonesia,” lanjutnya.
Tanjungpinang juga terdapat berbagai adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, permainan tradisional serta seni yang sangat kaya. Semestinya dapat dirangkum dalam muatan lokal bagi siswa di sekolah. Menurut Syahrul, kelestarian dari objek kebudayaan tersebut tidak terlepas dari kepedulian semua pihak, keberlangsungan objek pemajuan kebudayaan itu tidak hanya ada ditangan seniman atau budayawan semata.
Diakhir pidatonya, Syahrul mengucapkan terima kasih atas sumbangsih dari para penyusun buku Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kota Tanjungpinang. Ia mengatakan tersusunnya PPKD ini merupakan langkah kecil yang memiliki arti strategis. Pengembangan kebudayaan tidaklah mungkin dapat dilakukan dengan serta merta tanpa adanya data dasar tentang kebudayaan.
“Saya juga telah dipahamkan juga bahwa untuk memperoleh Dana Alokasi Khusus (DAK) kebudayaan di Kementerian Pariwisata, setiap daerah harus terlebih dahulu memiliki PPKD, Alhamdulillah kita telah menyusunnya melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,” tutupnya. (*)