Batam, KeprDays.co.id – Kantor Bahasa Kepulauan Riau (Kepri) menggelar diskusi terpumpun Bahasa Media Massa di Hotel Evitel, Nagoya Batam, Selasa (9/4) siang.
Forum diskusi yang bekerja sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri ini dihadari sejumlah wartawan media cetak dan elektronik yang ada di Batam, dengan narasumber, Kepala Kantor Bahasa Kepri, Zuryetti Murzat, Agus Sri Danardana, peneliti Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, serta Candra Ibrahim, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kepri.
Zuryetti Muzar mengatakan, kegiatan ini sudah kedua kalinya dilaksanakan dengan sejumlah media. Harapannya terjalin kemitraan antara Kantor Bahasa dengan media massa, khususnya di Kepri. Tujuannya menyebarkan informasi-informasi kegiatan yang dilakukan Kantor Bahasa pada masyarakat. “Tahun lalu kita gelar di Tanjungpinang,” ungkapnya.
Dijelaskannya, misi dari Kantor Bahasa sendiri di antaranya meningkatkan mutu kebahasaan dan pemakaiannya, meningkatkan keterlibatan peran bahasa dan sastra dalam membangun ekosistem pendidikan dan kebudayaan, dan meningkatkan keterlibatan para pemangku kepentingan dalam pengembangan, pembinaan, dan perlindungan bahasa dan sastra.
Dilanjutkannya, salah satu contoh yang dilakukan Kantor Bahasa Kepri melakukan pemetaan bahasa. Di Kepri sendiri, bahasa Indonesia ada dalam 15 dialek. “Di Indonesia sampai saat ini sudah terpetakan 668 bahasa,” ungkapnya.
Selian itu, program lainnya melakukan pemantauan penggunaan bahasa pada media massa. Menurutnya, bahasa yang digunakan di media massa beragam. Karena masing-masing media untuk menarik sekmen dan pembaca memiliki ciri khas dan gaya masing-masing dalam menuliskan suatu berita. Meski demikian hendaknya selalu merujuk pada bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
“Dari diskusi tadi bahasa yang digunakan tidak ada yang menyimpang dan masih koridor-koridor kewajaran,” ujarnya.
Namun, kata Zuryetti pengubahan bahasa banyak ditemukan di media sosial yakni penggunaan bahasa tidak baku. Tapi, dalam ragam komunikasi non formal itu dianggap wajar. Selain itu, yang menjadi perhatian pihaknya yakni saat ini penggunaan bahasa asing cukup banyak digunakan ruang pubik. Pihaknya juga berencana melakukan penertiban bahasa tersebut.
“Pengunaan bahasa asing yang sering banyak kami temukan di ruang publik yakni di Batam dan Karimun. Kami pernah mendekati pemko untuk menertibkannya, tapi dengan alasan kepentingan investasi wacana itu belum terealisasi dengan baik,” ujarnya.
Sementara, Agus Sri Danardana dari Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengatakan bahasa saat ini terus berkembang. Bahkan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) diganti Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI).
“Pertanyaannya, sudah tertibkah kita berbahasa,” ujarnya.
Terkait penggunaan bahasa di media massa, menurut Agus, masih banyak tata bahasanya yang salah. Tidak mengikuti norma dan kaidah yang berlaku. Agus juga menyoroti di era milenial saat ini media massa juga banyak menggunakan bahasa kekinian atau bahasa gaul.
“Apalagi dicampur dengan bahasa asing. Karena ada anggapan kalau pakai bahasa asing lebih keren atau lebih modern. Tapi
sesungguhnya bisa mengubah makna. Ini yang harus diluruskan. Gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar, itu saja
cukup kok,” kata Agus.
Sementara, Ketua PWI Kepri, Candra Ibrahim sangat mengakpresiasi diskusi ini. Menurutnya, setiap media memang memiliki gaya dan bahasa tersendiri. Tapi tetap harus merujuk pada kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar.
“Kami orang media harus mempertahankan bahasa kami yang mudah dimengerti pembaca. Apalagi kalau di koran harus memperhatikan space. Contohnya judul, harus singkat dan padat. Tapi di dalam isi berita semua itu dijelaskan,” ujarnya. (*)
Editor: Roni