Oleh : Lutfi Humaidi
Doktor Ilmu Penyuluhan Pembangunan IPB, ASN Balitbang Kementerian Pertanian dan Wakil Sekretaris GP. Ansor Cabang Kota Tanjungpinang
Marhaban Yaa Ramadhan. Bulan Suci Ramadhan 1441 Hijriah atau tahun 2020 Masehi telah tiba. Awal Ramadhan telah diputuskan pada tanggal 24 April 2020 melalui sidang isbat yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sidang diikuti oleh beberapa ormas Islam dan dilakukan melalui video conference. Situasi Ramadhan tahun 2020 berbeda dibandingkan tahun sebelumnya atau sepanjang perjalanan Ramadhan yang dilalui umat Muslim. Di tengah situasi pandemi virus corona (Covid-19), masyarakat diimbau untuk banyak berdiam diri di rumah, bekerja dari rumah, belajar dari rumah, termasuk beribadah di rumah. Saya mengikuti harapan dan do’a masyarakat di media sosial, situasi wabah virus corona segera berakhir, dan berharap Ramadhan bisa berlangsung seperti tahun-tahun sebelumnya.
Kementerian Agama (Kemenag) sudah mengeluarkan imbauan melalui Surat Edaran (SE) Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriyah. Surat Edaran tersebut sebagai panduan beribadah yang sejalan dengan Syariat Islam sekaligus mencegah, mengurangi penyebaran, dan melindungi masyarakat dan umat muslim di Indoensia dari risiko Covid-19.
Kemenag menganjurkan umat Islam melaksanakan kewajiban ibadah puasa di bulan suci Ramadhan sesuai dengan ketentuan fikih ibadah. Kegiatan sahur dan berbuka puasa hanya dilaksanakan oleh individu atau keluarga inti, tidak perlu sahur on the road maupun buka puasa bersama. Kegiatan salat Tarawih dan tilawah Al-Qur’an juga dianjurkan dilaksanakan secara individual atau berjamaah bersama keluarga inti di rumah. Untuk menghindari kegiatan berkumpul, buka puasa bersama baik dilaksanakan di lembaga pemerintahan, lembaga swasta, masjid maupun mushalla ditiadakan. Kemenang juga meminta peringatan Nuzulul Qur’an dalam bentuk tablig dengan menghadirkan penceramah dan massa dalam jumlah besar, baik di lembaga pemerintahan, lembaga swasta, masjid maupun mushalla ditiadakan. Selain itu, diminta tak melakukan iktikaf di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan di masjid/mushalla, isi surat edaran Menag tersebut.
Kata “jārif,” “waba’,” dan “tha’un” biasa digunakan dalam menyebut sebuah penyakit sejenis wabah yang menyerang masyarakat secara umum di suatu wilayah. Kata wabah dan tha’un ini yang kemudian disematkan oleh ahli agama untuk Covid-19 atau virus corona yang terjadi pada awal 2020 di Indonesia dan berbagai negara di dunia. Wabah memakan banyak korban. Banyak anggota masyarakat wafat karena wabah ini. Wabah ini menyerang siapa saja tanpa mempedulikan agama dan kesalehan penduduk yang tertimpa wabah.
Dalam hadits yang diceritakan dari Aisyah RA, “Rasulullah mengatakan bahwa sesungguhnya tha’un (sejenis wabah penyakit menular) itu merupakan peringatan Allah bagi siapa saja yang Dia kehendaki dan rahmat bagi orang-orang beriman. Tiada orang yang pada saat musim wabah tha’un melanda dan dia berdiam diri di negaranya dengan sabar dan beribadah kepada Allah, meyakini bahwa dia tidak akan terkena suatu bencana kecuali atas takdir Allah atas dirinya, maka dia akan dicatat mendapatkan pahala orang syahid,” (HR Bukhari). Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Atsqalani menjelaskan, makna gamblang dan akurat (Manthuq) hadis ini adalah orang yang memiliki sifat tersebut (berdiam diri di rumah saat terjadi wabah) akan mendapatkan pahala syahid walaupun yang bersangkutan tidak sampai meninggal dunia.
Diam di rumah bisa bernilai ibadah dan memberi pahala jika didasari niat yang baik dan ikhlas. Ibadah di rumah (pray at home) adalah salah satu ikhtiar pemerintah dan masyarakat mencegah penyebaran virus corona. Mari menata hati, ikhlaskan diri, dan yakini bersama bahwa berada di rumah, belajar di rumah, beribadah di rumah selama corona adalah sebuah keharusan dan pilihan yang harus kita ambil dan bernilai ibadah, insya allah semuanya akan memperoleh pahala seperti orang yang mati syahid.
Meskipun kita sama-sama memahami dan menyadari betapa pentingnya dan betapa mulianya berada dan beribadah di masjid. Salat itu ibadah, baca Alquran, tadarus ibadah, salat tarawih, salat Idul Fitri ibadah, tapi menjaga keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain juga ibadah. Dalam konteks pandemi corona seperti sekarang ini, ibadah-ibadah tersebut lebih baik dilakukan di rumah. Pada masa wabah kita tidak tahu apakah jama’ah yang ada di dalam masjid semuanya sehat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat. “(HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
PENTINGNYA DI RUMAH SAJA
Berdiam diri di rumah dan tidak membuka peluang tertular virus korona termasuk dalam kategori hifdh al-nafs, yakni prinsip pertama dalam maqasid as-syariah. Agama amat melarang seseorang melakukan sesuatu yang berpotensi membahayakan dirinya sendiri.
Tidak cuma mencegah tindakan yang membahayakan diri sendiri, Islam juga sudah barang tentu melarang umatnya untuk mencelakai orang lain. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Saw; “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.” (HR. Ad-Daraquthni, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim).
Imam As-Suyuthi dalam Al-Asybah wa An-Nazha’ir menjelaskan, berdasarkan hadis ini, lantas lahirlah prinsip pokok fikih Adh-dhararu yuzalu, bahaya haruslah dihilangkan, yang kemudian dikembangkan menjadi kaidah Dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih, menolak bahaya lebih utama ketimbang mengambil maslahat atau manfaat.
Al-Mafasid, dalam kaidah yang juga memiliki redaksi lain berupa Dar’ul mafasid aula min jalbil mashalih ini ditujukan pada berbagai hal apapun yang berpotensi menimbulkan bahaya yang bisa menimbulkan kesulitan, kesempitan, atau berdampak buruk pada diri seseorang dan masyarakat luas.
berdiam diri di rumah adalah bagian dari perjuangan untuk menyudahi pandemi korona. Selain menaati anjuran Rasulullah tentang wabah, pilihan ini juga merupakan bagian dari maqasid as-syariah yakni menjaga jiwa, serta menutup kerugian yang mungkin akan ditimbulkan orang banyak.
PANDUAN PELAKSANAAN IBADAH DI BULAN SUCI DI MASA PANDEMI
Berikut ini beberapa panduan terkait pelaksanaan ibadah yang disampaikan dalam Surat Edaran (SE) Kemenag RI Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441 Hijriyah tersebut:
1. Sahur dan buka puasa dilakukan oleh individu atau keluarga inti, tidak perlu sahur on the road atau buka bersama. Buka puasa bersama di lembaga pemerintahan, swasta, maupun mushalla ditiadakan.
2. Shalat tarawih dilakukan secara individual atau berjamaah bersama keluarga inti di rumah. Tarawih keliling (tarling) juga tidak diperkenankan.
3. Peringatan turunnya Al Quran atau Nuzulul Quran dengan mengundang penceramah dan massa yang besar ditiadakan.
4. Membaca Al Quran dilakukan dari rumah, sesuai perintah Rasul untuk menyinari rumah.
5. Tidak berdiam diri di masjid/mushalla selama 10 hari terakhir atau I’tikaf.
6. Pelaksanaan shalat Idul Fitri menunggu fatwa dari Majelis Ulama Indonesia.
7. Tidak dibenarkan melakukan takbiran keliling, takbir dilakukan di masjid/musala saja.
8. Pesantren kilat boleh dilakukan selama melalui perangkat elektronik.
9. Silaturahim yang biasa dilakukan saat Idul Fitri dilakukan via media sosial atau telepon video saja.
10. Untuk pengumpulan dan penyaluran zakat, diimbau untuk semaksimal mungkin meminimalisir terjadinya kontak fisik dan pengumpulan massa. Proses pengumpulan zakat bisa dilakukan dengan sistem jemput atau transfer perbankan. Sementara, penyalurannya sebaiknya diberikan secara langsung kepada penerima dengan sebelumnya dilakukan pendataan yang tepat.
Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga kita semua akan menggapai derajat ketaqwaan. Allah telah menjanjikan, fa inna ma’al ‘usri yusra, wa inna ma’al ‘usri yusra. Bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Bersama penyakit pasti ada obatnya. Bahkan bersama musibah, di sana ada berkah. Dalam kesakitan, teruji kesabaran. Dalam perjuangan, teruji keikhlasan. Dalam ukhuwah, teruji ketulusan. Dalam tawakal, teruji keyakinan. Hidup ini indah jika Allah menjadi tujuan. (*)