Bintan, KepriDays.co.id -Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI berkunjung ke Kawasan Industri Lobam, Selasa (25/10/2022).
Mereka ingin melihat secara langsung kondisi Ruang Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) yang dihadirkan oleh PT Bintan Inti Industrial Estate (BIIE) di kawasan industri tersebut.
Kemudian mereka juga melaksanakan workshop Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Tempat Kerja. Workshop tersebut merupakan kerjasama antara Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan TPPO Kementerian PPPA dengan PT BIIE yang digelar di Ruang Auditorium PT BIIE.
Hadiri dalam workshop tersebut Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan TPPO Kementerian PPPA RI Aresi Arminuksmono, GM PT BIIE Aditya Laksamana, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Bintan Aupa Samake, Perwakilan Disnaker Bintan, Erlelawati, UPTD PPA Bintan, Relawan RP3, Serikat pekerja (Bipartit) dan seluruh Perwakilan Tenant Kawasan PT BIE.
GM PT BIIE, Aditya Laksamana mengatakan PT BIIE berkomitmen menjadi salah satu kawasan industri yang menyediakan layanan perlindungan bagi pekerja perempuan melalui penyediaan fasilitas RP3.
“Kami juga berbangga karena kawasan ini memiliki RP3. Bahkan RP3 yang dihadirkan di Kawasan BIE ini diresmikan secara langsung oleh Ibu Menteri PPPA pada 2019 lalu,” ujarnya.
Aditya membeberkan bahwa dalam kawasan industri ini ada 17 perusahaan multinasional dan nasional yang beroperasi dengan total pekerja mencapai 6195 orang. Meliputi 2.561 orang karyawan laki-laki dan
karyawan perempuan sebanyak 2.872 orang.
Secara persentase total pekerja perempuan disini sudah lebih dari 50%. Maka keberadaan RP3 ini menjadi sangat penting untuk meminimalkan upaya kekerasan terhadap pekerja perempuan dan sebagai tempat perlindungan bagi mereka.
“Kita harapkan di tahun ini, Dinas DP3AP2KB Propinsi maupun Kabupaten, serta Kementrian PPA bisa bersama-sama mengupayakan keberadaan dan keterfungsian RP3 sejalan dengan Undang-undang Permen PPPA Nomor 1 Tahun 2020 tentang, penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan,” jelasnya.
Memang selama masa pandemi sampai awal 2022 kegiatan RP3 tidak banyak berjalan karena keterbatasan tatap muka dalam operasional perusahaan di seluruh Kawasan.
Maka diharapkan dengan kunjungan Kementerian PPPA RI dapat menjadi langkah baru untuk memaksimalkan kehadiran RP3 ini untuk kedepannya.
“Kami sangat bersyukur selama 3 tahun tidak ada kekerasan terhadap pekerja perempuan disini. Semoga RP3 ini kembali aktif,” katanya.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan TPPO Kementerian PPPA RI, Aresi Arminuksmono, mengatakan di Indonesia ada 6 perusahaan yang menyediakan RP3. Salah satunya disediakan oleh PT BIIE di Kawasan Industri Lobam Kabupaten Bintan.
“RP3 ini sangat penting bagi pekerja perempuan. Karena bagi pekerja yang mendapatkan perlakuan kekerasan dan pelecehan dapat melaporkan ke RP3,” sebutnya.
Hampir semua perusahaan belum mengetahui bagaimana persoalan pencegahan dan penanganan tentang kekerasan dan pelecehan seksual pekerja.
Maka dilakukanlah workshop ini dengan tujuan peningkatkan pemahaman manajemen perusahaan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di tempat kerja.
Lalu menyusun rencana kerja yang menjadi pedoman bagi Pengelola RP3 dalam menjalankan program dan kegiatan yang mendukung perlindungan hak pekerja perempuan di tempat kerja.
“Harapan kita para pekerja dan perusahaan memahami dan berani melaporkan ke RP3 jika mengalami kasus tersebut. Kemudian juga tidak ada lagi kekerasan di tempat kerja khususnya pelecehan seksual dengan melakukan pencegahan,” katanya.
Indonesia sangat komitmen melindungi pekerja. Salah satunya mengesahkan UU Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yang isinya mencakup banyak pasal mengenai perlindungan bagi pekerja perempuan.
Kemudian juga disahkan UU nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Dengan aturan tersebut, tidak hanya dapat menjerat pelaku individual pelecehan seksual tapi korporasi.
“Jadi korporasi yang melakukan kekerasan dan pelecehan seksual maka dapat ditindak dan dikenakan sanksi paling rendah Rp 5 miliar dan maksimal Rp 15 miliar. Kemudian izin operasionalnya dapat dicabut,” ucapnya.
Kepala Dinas DP3AP2KB, Aupa Samake, mengatakan perempuan memiliki hak yang sama seperti orang lain pada umumnya. Maka hak-hak mereka juga harus dihormati.
“Maka salah satu cara melindungi perempuan adalah dengan adanya Undang-Undang,” katanya.
Untuk memberikan perlindungan kepada pekerja perempuan. Pemkab Bintan mengacu Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Kepri Nomor 6 tahun 2017 tentang perlindungan hak perempuan dari tindak kekerasan.
Dalam Pasal 5 diatur bahwa upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dilakukan secara terpadu oleh pemerintah daerah melalui instansi di bidang pemberdayaan perempuan.
“Untuk mengurangi dan mencegah diskriminasi terhadap pekerja perempuan diperlukan kolaborasi dengan semua pihak,” jelasnya.
Dalam upaya pelayanan bagi perempuan korban kekerasan, pihaknya melakukan pelayanamln terpadu melalui P2TP2A. Tahun ini akan diproses menjadi UPTD PPA Bintan.
Bentuk pelayanan yang diberikan antara lain pengaduan, konsultasi, konseling, pendampingan, pelayanan kesehatan dan rehabilitasi sosial, bantuan hukum, rukukan pemulangan, dan reintegrasi sosial.
“Alhamdulillah untuk laporan kekerasan terhadap pekerja wanita di Kawasan Industri Lobam belum ada sampai saat ini,” tutupnya.
Wartawan: AVJ
Editor: Roni