Tanjungpinang, KepriDays.co.id – Selain Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat yang sudah termahsur dan melegenda, Kota Tanjungpinang juga mempunyai masjid yang sudah tua dan mempunyai nama yang cukup unik yakni, Masjid Keeling atau sekarang disebut Masjid Raya Al-Hikmah Tanjungpinang.
Masjid Al-hikmah saat ini, tentuya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang ingin melakukan wisata religi, dan ternyata masih banyak masyarakat dari luar Tanjungpinang dan Bintan yang berkunjung ke masjid tersebut untuk beribadah, dan sekedar ingin mengetahui seperti apa Masjid Keeling ini.
Adapun, latar belakang disebut Masjid Keeling ini, dimana pada waktu dahulu masjid ini didirikan oleh masyarakat India (Keeling) yang berada di Kota Tanjungpinang.
Sebagai masyarakat India Islam yang menetap di Kota Tanjungpinang dan berprofesi sebagai pedagang dan melakukan perniagaan lainnya, sekaligus upaya untuk menyebarkan agama Islam. Hal itu diceritakan Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Kepuluan Riau (Kepri), Abdul Razak.
Abdul Razak menerangkan lebih lanjut, masyarakat india pada saat itu berniaga atau membuka usaha berupa toko rempah-rempah, toko kain, serta kedai roti yang sekaligus menjadi tempat tinggal mereka.
Selain berjulan di toko mereka juga berjualan dengan cara keliling dengan jalan kaki di sekitar Tanjungpinang ini, dahulu Tanjungpinang tidak sebesar ini, hanya beberapa kampung saja dalam sehari bisa terjelajah.
“Pedagang india yang berjualan dengan menjajakan roti dari mulai daerah Pasar, Bakar Batu, Teluk Keriting, serta Tanjung Unggat dengan cara dipikul, dengan pikulan terbuat dari rotan yang disebut Bay Roti. Setelah keliling para pedagang ini kembali ke daerah pusat di sekitar pasar untuk beristirahat, serta melakukan sholat di masjid yang dibuat seadanya pada saat itu,” ujarnya.
Selain itu, Abdul Razak mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan akan air baik untuk mandi dan berwudu, mereka bergotong royong membuat sumur di sekitar masjid. Dengan adanya sumur yang mereka buat, semakin hari semakin ramai orang yang beribadah di masjid tersebut.
“Hingga saat ini sumur itu masih tetap ada dan keberadaan air sumurnya tidak pernah habis dan kering walau kemarau sekalipun. Sumur tersebut pada waktu itu dipergunakan untuk mandi dan berwudu, selepas mereka berjualan keliling kampung,” terangnya.
ia juga mengungkapkan, bahwa Masjid Raya Al-Hikmah atau Masjid Keeling ini telah dilakukan perubahan dari bentuk aslinya sejak tahun 1956. Perubahan dilakukan sejak masih Kabupaten Kepulauan Riau (Kepri), dan hingga sekarang telah dilakukan perubahan lebih dari tiga kali.
“Bentuk asli masjid ini dulu terbuat dari kayu kapur atau kayu merah,” sebutnya.
Dia menuturkan, apabila masyarakat yang ingin melihat bentuk asli dari masjid Keeling ini, masyarakat bisa datang dan melihat reflikanya asli mesjid keeling saat ini di Dabo Singkep (Lingga) yang bernama Masjid Al-Zulfa hingga sekarang masih ada.
“Jadi bila ingin melihat bentuk asli mesjid keeling ini tinggal melihat di Dabo Singkep saja,” terangnya lagi.
Abdul Razak juga menambahkan, adapun mimbar masjid dibuat pada tahun 1960-an, dan dibuat langsung dari Jepara dengan menggunakan kayu Jati.
“Mimbar dibuat pada masa bapak saya, yakni Almarhum H. Abubakar Ali sebagai pengurus mesjid pada waktu itu, sedangkan untuk podium dibuat pada waktu kepengurusan saya dan dibuat di Tanjungpinang,” tuturnya.
Mimbar tersebut dibuat dari Jepara, dan mimbar tersebut bisa dibongkar pasang, karena semuanya mempunyai kuncinya dengan cara di pasak, karena untuk memudahkan pada saat pengirimannya dari Jepara pada waktu itu ke Tanjungpinang.
Ketua LAM ini juga menerangkan, masjid raya Al-hikmah sekarang setelah dilakukan penambahan dan perombakan yakni seluas sekitar 35 x 30 meter persegi. Masjid ini bisa menampung jamaah sekitar 3.000 hingga 4.000 orang.
Pada waktu masjid ini belum dilakukan perubahan, masih bentuk aslinya hanya bisa menampung jamaah sekitar 300 hingga 400 orang saja. Sedangkan menara saat itu ketinggiannya hanya 36 meter, dan setelah dilakukan perombakan ditinggikan sekitar 10 meter.
“Awal pembangunan menara mesjid dibangun pada masa pemerintahan Kabupaten Kepri, saat itu masih bergabung dengan Provinsi Riau. Waktu itu pada masa pemerintahan bupatinya Bapak Marwanto, beliau membangun menara pertama,” tukasnya.
Terlalu banyak sejarah Mesjid ini, hingga sangat pantas untuk dikunjungi wisatawan yang ingin berwisata religi. Bahkan Mesjid ini juga jadi tempat favorit wisatawan yang baru berkunjung ke Tanjungpinang dari Pelabuhan Sri Bintan Pura untuk melaksanakan ibadah dan melihat-lihat mesjid bersejarah ini.
Sedangkan, Gubernur Kepri Ansar Ahmad mengaku bangga Kota Tanjungpinang sebagi ibukota Provinsi Kepri memiliki masjid peninggalan sejarah perjalanan Kota Tanjungpinang yang masih ada, walau telah mengalami perubahan seiring perkembangan waktu dan zaman.
“Kita bersyukur memiliki masjid yang megah dan merupakan masjid peninggalan zaman dulu, dan saat ini terus bisa digunakan untuk beribadah bagi masyarakat. Mari kita rawat dan jaga dan juga terus memakmurkannya,” harapnya.
Sementara Plt. Kadis Pariwisata Raja Heri Mochrizal mengatakan, banyak tempat wisata religi yang ada di Kota Tanjungpinang, seperti Wihara Terbesar di Asia Tenggara KM. 14, Makam-Makan Raja seperti di Senggarang, Patung Seribu Arah Kijang dan lainnya.
Namun yang membekas dan memiliki sejarah perjalanan pedagang muslim di Kota Tanjungpinang bermula dari Mesjid Keeling ini. Pasalnya, lanjut Heri, selain lokasinya dekat dengan Pasar, mesjid ini juga berdekatan dengan Gereja Ayam yang berdiri sekitaran tahun 1950 juga.
“Bagi wisatawan yang ingin melihat-lihat Mesjid ini dan sejarahnya, jangan lupa juga mampir ke depan Gereja Ayam. Tak jauh dari sana juga ada Museum Kota Tanjungpinang. Lokasi ini sangat cocok bagi wisatawan asing dan lokal yang mau mengetahui kearifan lokal dari pariwisata Kota Tanjungpinang,” jelasnya.
Wartawan: Sutana
Editor: Roni