Lingga, KepriDays.co.id-Terobosan Kementan mengembangkan pangan lokal menjadi strategi jitu dalam memenuhi kebutuhan pangan di tengah Pandemi Covid-19. Di Kabuaten Lingga Provinsi Kepri sagu sagat potensial mnjadi makanan alternatif warga.
Ini sejalan dengan harapan Mentan Dr. Syahrul Yasin Limpo, SH., MH yang meminta agar kepala daerah mengembangkan pangan lokal untuk diversifikasi pangan. Dengan demikian tidak bertumpu pada beras, tapi juga pangan lokal lainnya.
Kepala BPTP Kepulauan Riau, Dr. Ir. Sugeng Widodo, MP. menjelaskan pengembangan pangan lokal seperti sagu yang ada di Kabupaten Lingga sebagai pangan alternatif merupakan bentuk dukungan Pemda atas semangat Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo tersebut.
“Pemda Provinsi Kepri melalui Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Kesehatan Hewan sejak tahun 2014 menggalakkan kemandirian pangan, salah satunya adalah pemanfaatan sagu untuk pangan alternatif. Hal ini sejalan dengan program Kementan dalam mengantisipasi krisis pangan karena pandemi Covid-19 dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal salah satunya yang sangat berpeluang adalah pemanfaatan sagu,” ungkap Sugeng.
Sagu sendiri adalah salah satu komoditas tanaman pangan yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat yang cukup potensial di masa depan. Sagu adalah tumbuhan asli yang ada di Asia Tenggara dengan penyebarannya meliputi Melanesia Barat ke India Timur, dan Indonesia.
Tanaman sagu tumbuh secara alami, terutama di dataran atau rawa dengan sumber air yang melimpah. Tanaman sagu memiliki kemampuan untuk tumbuh di lahan marjinal, sehingga tanaman sagu menjadi salah satu sumber pati andalan di masa depan.
Hasil analisis sentra sagu di Kabupaten Lingga, menunjukkan bahwa lokasi pertanaman dominan di 3 (tiga) kecamatan yaitu Lingga Timur, Lingga Utara dan Lingga dengan melibatkan petani 1.126 KK, luasan 3.321 ha dan produksi 1.594 ton per tahun (diolah dari data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Lingga, 2019). Permasalahan tanaman sagu adalah produktivitas masih rendah, karena tanaman kebanyakan sudah tua dan merupakan peninggalan nenek moyangnya.
Meskipun sangat potensial untuk pengembangan tanaman sagu, namun upaya peningkatan produksi sagu sering dihadapi dengan berbagai kendala seperti ketersediaan bibit unggul, Teknologi Budidaya (pemupukan, penyiangan, pemangkasan dan manajemen hama), pengolahan terpadu karena masyarakat menganggap bahwa tanaman sagu merupakan sampingan tanaman untuk tanah yang dianggap kurang produktif dan tanpa pengobatan, hasilnya masih bisa diambil. Rerata, petani menanam sagu dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan konsumsi, karena seluruh bagian pohon sagu seperti daun dan kulit kayu dari daun pelepah dan kulit kayu dapat digunakan. Daun sagu dapat dibuat dari atap, keranjang, tikar atau dinding rumah, dapat dibuat sapu. Kulit sagu biasanya digunakan sebagai bahan bakar. Tidak hanya itu, tepung sagu adalah target akhir dari budidaya sagu.
Ekstraksi tepung sagu yang terkandung dalam empur dilakukan dengan cara memotong batang sagu. Selain digunakan sebagai tepung sagu, juga digunakan sebagai bahan pakan. Panen dilakukan oleh petani dengan cara menebang pohon sagu, waktu untuk menentukan panen untuk petani tidak ada waktu yang pasti, petani hanya melihat ukuran batang jika tanaman besar maka akan dipanen. Jenis sagu di Kabupaten Lingga, yaitu Tuni/Runggamanu (Metroxylon rumphii Martius) dan Molat/Roe (Metroxylon Sagus rottbol. Secara umum, jenis sagu yang berpotensi untuk dikembangkan adalah tipe sagu Tuni dan jenis sagu Molat karena kedua jenis ini memiliki kandungan pati yang tinggi.
Industri pengolahan/pasca panen sagu ada 244 unit dengan investasi Rp 2.933.012.000,- dengan nilai produksi Rp 3.380.000.000,- pertahun dengan tingkat keuntungan Rp 446.988.000,- per tahun; walaupun relatih masih rendah namun dilihat dari sisi pemberdayaan petani cukup baik mampu mencukupi kebutuhan masyarakat petani dan lainnya dalam skala cukup banyak. Bilamana ditangani dengan baik maka industri sagu menjadi emas untuk menopang kebutuhan pangan alternatif di Kepri.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Lingga bahwa lahan yang dapat digunakan sebagai areal pertanian, perkebunan dan Perhutanan ternak dan Kehutanan tidak kurang dari 80.000-190.097 ha, sedangkan yang telah digunakan (secara tradisional) kurang dari 25% (21.610 ha). Areal perkebunan yang telah dikelola adalah 15.477 ha sedangkan potensi lahan perkebunan di Kabupaten Lingga adalah 46.112 ha, sehingga potensi pengembangan sagu masih terbuka lebar.
Untuk melindungi genetik tanaman lokal sagu di Kabupaten Lingga dan secara umum di Provinsi Kepri maka perlunya Pemda yang didukung oleh Pusat (Dirjenbun) dan Balitbangtan untuk melakukan pembinaan dan regulasi pemanfaatan tanaman sagu ini. Teknologi budidaya, pengolahan hasil dan mendekatkan dengan industri perlu dilakukan agar added value dengan keanekaragaman pangannya.
Penulis: Salfina N. Ahmad, Jonri S. Sitompul