Anambas, KepriDays.co.id – Musnawi, terdakwa perkara tenggelamnya kapal maut, KM Samarinda yang menewaskan 4 orang menyampaikan nota keberatan dakwaan di depan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Natuna kembali, Jum’at (22/11/2024) kemarin.
Sidang yang dipimpin oleh Binsar Parlindungan didampingi dengan Hakim anggota Muhammad Fauzi dan Roni Alexander Lahagu, mendengarkan nota keberatan yang diajukan oleh terdakwa.
Melalui Penasehat Hukum (PH), Lionardo menilai surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) harus mampu merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan.
Sekaligus mempadukan dengan uraian perbuatan materiil (fakta) yang dilakukan oleh terdakwa dalam surat dakwaan kelalaian dalam pelayaran.
Dalam Surat Dakwaan JPU menyampaikan, telah melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan (terdakwa) mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut dikarenakan tidak memenuhi ketentuan pengawakan kapal, mengakibatkan kematian seseorang dan kerugian harta benda, perbuatan tersebut dilakukan oleh terdakwa.
“Kami sebagai Penasehat Hukum terdakwa juga menanyakan, siapa yang bertanggung jawab atas kelaiklautan kapal yang dimaksud,” tegas Leonardo.
Syahbandar UPP Kelas Tarempa sebagai pejabat tertinggi dalam pelabuhan, tentunya memiliki kewenangan yang besar sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Maka, Syahbandar memiliki tugas mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan, dan ketertiban pelabuhan berdasarkan bunyi pasal 208 ayat (1) yaitu dalam melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam pasal 207 ayat (1) Syahbandar mempunyai tugas Mengawasi kelaiklautan kapal, keselamatan, keamanan, dan ketertiban dipelabuhan.
Artinya, kata dia, ini bukan hanya menyangkut kelaiklautan yang diketahui oleh nahkoda untuk keselamatan pelayaran, Syahbandar harusnya juga memiliki tugas sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
“Sebetulnya, secara otoritasnya bukan hanya diketahui dari nakhoda. Tetapi laik laut juga menjadi tanggung jawab syahbandar. Itu tertuang dalam UU 17 tahun 2008 tentang pelayaran,” tegas Leonardo.
Leonardo mempertanyakan peran dari Syahbandar dalam mengawasi laik laut kapal yang beroperasi di Anambas.
“Terkait wewenang syahbandar, apa yang mereka lakukan. Mereka harus lakukan pengawasan, pengendalian, keselamatan, keamanan yang dimaksud dalam UU pelayaran,” tuturnya.
Kemudian, ia juga menanyakan, bahwa rute Tarempa-Matak yang dilayani Kapal Motor Samarinda, apakah memerlukan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) atau tidak. Karena, kapal milik terdakwa berlayar dalam jarak dekat yakni 6,4 mil atau 12 km.
“Ini juga harus diketahui oleh masyarakat nelayan, masyarakat desa, apakah perjalan dengan jarak tempuh 1-6 mil apakah memerlukan surat berlayar dari Syahbandar,” sebut Leonardo.
Dia juga mengungkapkan, jika KM Samarinda berlayar dari pelabuhan pengumpan bukan dari pelabuhan utama. Artinya, tidak memerlukan SPB setiap kali berlayar.
Untuk itu, Leonardo berharap, majelis hakim dapat mengabulkan segala eksepsi yang disampaikan kliennya. Lalu, meminta hakim untuk menyatakan dakwaan yang disampaikan JPU tidak cermat, jelas dan lengkap sehingga digugurkan.
Setelah mendengar nota keberatan terdakwa, majelis hakim memutuskan menunda sidang hingga Selasa (26/11/2024) mendatang dengan agenda mendengar jawaban dari JPU.
Wartawan: Yolana
Editor: Roni