Oleh:
M.Hafidz Diwa Prayoga S.AP., M.Si
Anggota KPU Kota Tanjungpinang 2018-2023
Tujuan rekapitulasi berjenjang itu memurnikan suara, bukan mengubah atau memindah secara tidak benar. Mengubah suara dari aspirasi rakyat secara tidak benar adalah Pengkhianatan.
MENGAPA rekapitulasi suara Pemilu dilakukan secara berjenjang? Apabila terdapat kesalahan dapat dilakukan perbaikan. Tujuan utama rekapitulasi berjenjang adalah perbaikan untuk menjaga kemurnian suara. Bukan malah dijadikan sarana untuk merubah atau memindahkan suara secara brutal dan tidak benar.
Apabila terdapat kesalahan yang terjadi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) baru diketahui setelah pemungutan suara atau belum ditindaklanjuti, maka rekapitulasi di kecamatan adalah kunci untuk memperbaikinya.
Hasil setiap TPS dihitung per kelurahan di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Hal ini untuk memudahkan peserta pemilu untuk mengajukan keberatan apabila ditemukan kekeliruan atau kesalahan sekaligus melakukan perbaikan.
Panjangnya waktu dalam proses rekapitulasi di kecamatan yang disediakan semata-mata untuk memastikan apakah suara pemilih di TPS direkap secara murni. Peserta pemilu, saksi dan pengawas bahkan dapat menyampaikan keberatan dan memberikan rekomendasi perbaikan.
Apabila di tingkat kecamatan masih menyisakan persoalan, maka rekapitulasi tingkat kabupaten/kota menjadi tumpuan. Di tingkat ini tidak hanya keberatan saksi atau hasil pengawasan Bawaslu, tetapi juga langkah penanganan administrasi dapat memengaruhi hasil suara yang ditetapkan KPU.
Proses penanganan administrasi berlanjut hingga tingkat pusat di Bawaslu RI. Itu artinya, meskipun rekapitulasi sudah mencapai level nasional, perbaikan pada tingkat paling bawah masih bisa dilakukan, yaitu melalui jalur penanganan pelanggaran.
Bahkan setelah rekapitulasi tingkat nasional ditetapkan, masih ada langkah untuk melakukan mengajukan sengketa suara di Mahkamah Konstitusi (MK). Jalan panjang ini diatur dalam undang-undang agar hasil suara semakin murni.
Namun dalam banyak pengalaman, proses rekapitulasi juga menjadi sarana untuk melakukan praktek kecurangan dan manipulasi hasil. Pada saat saksi lengah, atau sudah tidak lagi peduli perolehan suaranya yang dianggap tidak mencapai perolehan kursi, potensi peralihan suara terjadi. Atau pada taraf yang lebih kuat, terjadi potensi komunikasi antar penyelenggara dengan peserta untuk melakukan perubahan perolehan suara.
SIREKAP
Hampir di semua tempat, proses rekap terkendala oleh Sirekap, alat bantu yang dikembangkan oleh KPU ini melambat karena hitungan yang ada di Sirekap tidak akurat. Jumlah perolehan masing-masing peserta pemilu bersama calonnya tidak terakumulasi dengan benar, padahal itu yang paling dicari semua orang. Angka penentu kemenangan dan perolehan kursi Dewan.
Terhadap hasil TPS yang belum masuk di Sirekap, dilakukan pembukaan kotak suara dan memfoto dokumen hasil TPS di kecamatan dan dimasukkan dalam Sirekap, ketentuan membuka kotak suara lalu memfoto hasil untuk dimasukkan dalam Sirekap lalu dimasukkan lagi hanya terjadi di Pemilu kali ini.
Dikatakan alat bantu, Sirekap faktanya memiliki peran besar. Seluruh jenjang rekapitulasi menggunakan sistem ini. Aspek publikasi yang cepat dan terbuka memang tidak berlaku di semua wilayah dengan tantangannya masing-masing. Kesalahan input yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak menjadikan Sirekap mendapatkan sorotan publik dan berpengaruh pada kualitas hasil dan penetapan suara.
Satu sisi, Sirekap berhasil memublikasikan secara luas agar bisa diakses setiap orang. Sisi lain, Sirekap memiliki keterbatasan bahkan menjadi pemicu pelanggaran karena beroperasi kurang optimal. Proses rekapitulasi dari TPS hingga kecamatan menunjukkan bahwa Sirekap, selain berdampak positif untuk publikasi, menyisakan residu kesalahan administrasi untuk menjadi perhatian pada tahapan rekapitulasi berikutnya.
JAGA SUARA
Pemilu bukan hanya hitungan statistik, Pemilu juga bukan hanya perkara menang kalah. Suara adalah wujud aspirasi pemilih yang harus dijaga. Apapun hasilnya, pilihan pemilih yang diberikan dalam kertas suara wajib dimurnikan hingga rekapitulasi berakhir. Tidak boleh ada pikiran, ketika perolehan suara calon tidak mencapai batas minimal untuk mendapatkan kursi, maka menjadi peluang untuk menambahi untuk calon lainnya.
Melakukan peralihan suara untuk mengalahkan suara calon yang potensial mendapatkan kursi, menjadikan suara tidak sah menjadi sah atau menjadikan suara sah menjadi tidak sah untuk kepentingan tertentu. Praktik ini sangat melukai rasa keadilan bagi pemilih yang telah berpatisipasi di bilik suara. Tidak ada lagi gunanya penyelenggara pemilu melakukan sosialisasi integritas pemilu dan pengawasan partisipatif jika ruang rekapitulasi dikhianati dengan melakukan perubahan hasil suara.
Pemilih sudah menggunakan hak pilihnya dan juga menyaksikan penghitungan suara. Kini saatnya tumpuan kepada KPU, Bawaslu, peserta pemilu dan jajarannya untuk menjaga kemurnian suara rakyat.
Hal pertama yang dilakukan adalah memastikan seluruh rekapitulasi di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat nasional dilaksanakan secara terbuka. Dapat disaksikan oleh semua pihak dan tidak ada proses rekapitulasi yang ditutup-tutupi. Bukti keterbukaan juga dinyatakan dengan semua hasil rekapitulasi secara cepat diunggah ke Sirekap dengan input data hasil yang tidak ada lagi kesalahan. Selain Sirekap, hasil suara mulai tingkat kecamatan diunggah dalam situs resmi di masing-masing laman KPU Kabupaten/Kota.
Selain keterbukaan, menjaga kemurnian suara juga dilakukan dengan peran aktif pengawas dan perwakilan peserta pemilu untuk melakukan koreksi jika menemukan kesalahan saat rekapitulasi. Tujuan koreksi di tahapan ini adalah menyelesaikan persoalan di tempat sehingga setelah keluar berita acara tidak ada lagi permasalahan yang tersisa. Jika masih ada kesalahan yang muncul atau ditemukan pelanggaran baru, menggunakan jalur penanganan administrasi dengan melaporkannya ke Bawaslu adalah jalur paling absah.
Dengan mengajukan bukti-bukti perubahan suara secara tidak benar, Bawaslu dapat memutuskan perkara untuk memurnikan kembali pilihan suara pemilih yang sebenarnya. Tidak boleh lelah menempuh jalan panjang memurnikan suara rakyat.
Mari menghormati pilihan pemilih yang telah hadir di TPS dengan menjaga suaranya hingga rekapitulasi nasional. Karena mengubah suara pemilih di tengah jalan adalah pengkhianatan. ***